Pemuda Dayak Kalimantan Barat
Garisnusantara.com, Pontianak — Polemik penyitaan lahan oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) menuai sorotan tajam dari Pemuda Dayak Kalimantan Barat (PDKB). Sekretaris Umum Pemuda Dayak Kalimantan Barat (PDKB), Kurnianto Rindang, mendesak agar Satgas PKH bersikap profesional dalam menetapkan objek penyitaan terhadap lahan-lahan masyarakat, yaitu salah satunya yang masuk dalam status plasma perusahaan perkebunan kelapa sawit. Kamis, 21 Agustus 2025.
Menurut Rindang, langkah ini sangat penting dan merupakan hal yang sangat fundamental, dalam upaya memastikan jaminan dan perlindungan hak kepemilikan lahan masyarakat yang berkeadilan sesuai mandat Undang-undang Nomor 05 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria.
“Oleh karena itu, jika penyitaan dilakukan pada kawasan inti perkebunan, kami sangat mendukung langkah itu. Namun, jika yang disita adalah plasma milik masyarakat, maka kami akan melakukan aksi penolakan,” tegasnya.
Plasma vs. Inti: Taruhannya Nasib Masyarakat
Rindang menjelaskan bahwa lahan plasma merupakan bagian yang diberikan perusahaan kepada masyarakat setelah menyerahkan tanah mereka berdasarkan perjanjian atau kesepakatan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Artinya, masyarakatlah yang mengusahakan lahan tersebut untuk memperoleh nilai tambah secara ekonomi bagi masyarakat yang berada di sekitar konsesi perusahaan perkebunan kelapa sawit.
“Jika lahan plasma disita, maka yang rugi adalah masyarakat. Maka jangan salahkan kami (PDKB) jika melakukan aksi penolakan secara keras, karena cara-cara licik seperti itu harus dihentikan,” ujarnya dengan nada keras.
Lebih lanjut, Ia menilai wajar bila lahan plasma kadang terlihat tidak terawat. Hal ini semata-mata karena keterbatasan biaya masyarakat dalam merawat dan mengembangkan lahan.
“Berbeda dengan inti yang dikelola perusahaan. Mereka punya modal besar, tenaga ahli, dan pupuk berkualitas tinggi. Jadi kalau yang disita merupakan lahan inti, kami sepakat. Tapi kalau plasma, itu sama saja menyengsarakan masyarakat,” tambahnya.
Satgas PKH Jangan Jadi Alat yang Menindas
Di akhir pernyataannya, Rindang mengingatkan agar Satgas PKH tidak menjadi alat bagi negara dan kepentingan Perusahan perkebunan untuk merampas tanah masyarakat. Mengingat Negara hanya sebagai regulator dalam mengatur hubungan hukum atas kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam, bukan sebagai pemilik.
Karena negara bertanggungjawab untuk mendistribusikan hak kepemilikan dan pengelolaan tersebut untuk kemaslahatan masyarakat. Ia menekankan bahwa lahan plasma tidak boleh serta-merta dikategorikan sebagai tanah terlantar hanya karena keterbatasan kemampuan pemiliknya untuk mengelola.
“Kami berharap Satgas PKH tidak menjadi alat yang menyengsarakan masyarakat. Penertiban kawasan hutan harus dilakukan secara adil, terbuka, dan berpihak pada masyarakat, bukan hanya pada kepentingan korporasi,” pungkasnya. (Tim ITE PDKB)